Razia
Hari ini aku berangkat ke kantor diwarnai dengan aksi razia oleh pak Polantas, di kawasan Oro-oro dowo, sebelum pertigaan. Heran deh, kenapa kok sekarang jadi banyak cegatan ya, setelah aku perpanjang STNK, kok gak dari kemaren-kemaren aja, pas aku cuma bawa fotokopian STNK thok ;;)
Bagiku sih ga masalah adanya acara cegat-mencegat seperti ini. Tapi bagi kebanyakan masyarakat lain, mereka masih memandang sinis kegiatan pak polisi yang satu ini, dengan komentar yang beragam tentunya.
Bahkan tadi ada cewek di sebelahku yang langsung nangis begitu dicegat. Huff, kaciann... (ehm)
Sesuai pengalamanku, ketika ada razia di suatu daerah, maka para pengendara motor akan bekerja sama, saling memperingatkan antar sesama, bahwa di daerah situ ada razia. Misalnya dengan mengedip-ngedipkan lampu sepeda, atau dengan isyarat tangan, bahkan ada yang dengan vulgar berteriak "WOE, ono SIPUL"... !
Bagi yang -merasa- lengkap surat-suratnya, tentu enjoy aja jalan terus, dan bagi yang merasa kurang, segera putar arah.
Anyway, dengan berpandangan bahwa kelengkapan surat-surat kendaraan (SIM & STNK) adalah penting, maka razia bukanlah suatu masalah. Tidak sedikit kejadian, dimana motor yang sebelumnya dilaporkan hilang dicuri, dapat ditemukan kembali melalui proses razia. Bisa membayangkan betapa pentingnya kan?
Dengan adanya razia, maka akan selalu mengingatkan kita akan pentingnya kedua surat (kartu?) tersebut, dan memperhatikan kelengkapan kendaraan (spion, lampu-lampu, knalpot, tangki bensin, mesin :)) ).
Kata pak polisi: "setiap kecelakaan berawal dari pelanggaran".
Yang paling disebalkan orang adalah, seakan-akan polisi gak beda sama preman, yang main palak ke orang-orang di jalan. Bukankah uangnya akan masuk ke kantong sendiri, setelah dibagi-bagi maksudnya.
Hal ini yang sempat memperburuk citra lembaga, yang seharusnya terhormat itu. Yah, urusan duit sih. Yang repot lagi kalau ada polisi yang mencari-cari alasan, misalnya plat nomor yang kekecilan, lampu yang sudah buram, dsb.
Bagiku, pak polisi gak bakal menilang kita, kalo kita membawa surat-surat lengkap, dengan kondisi motor lengkap pula. Kalo ada yang gak lengkap, ya wajar aja dong ditilang. Terserah uang itu mau dimakan sendiri atau disetorkan ke atasan, atau ke kas negara, itu merupakan policy (kebijakan) kepolisian. Karena fungsi tilang yang sebenarnya adalah sebagai punishment (hukuman) bagi pelanggar aturan ini, agar kita kapok dan segera melengkapi surat-surat kendaraan. (Bahasaku kok jadi serius gini?)
Kalo misalnya ada polisi yang aneh-aneh, ajak debat saja. Aku waktu di Semarang, dulu pernah debat sampe lama sama pak polisi, karena plat nomorku yang terbuat dari cor-coran timah, jelas gak asli dari Samsat kan. Ditilang juga akhirnya sih, tapi lega dapat adu argumentasi sama pak polisi. No offense please :D
Seperti komentar Ki Dalang Enthus, dalam suatu acara wayang, beliau mengomentari pendapat masyarakat yang membenci perilaku polisi ini. Beliau mengatakan bahwa kalo ada polisi yang nilang, ya bayar aja, untuk sarapan.
Intinya, kita lakukan yang terbaik, dan tunjukkan kita adalah bangsa yang berbudaya ^_^
Akhir kata, seperti kampanye para pengendara Honda Tiger: 'Safety Riding'
Baru ada 1 komentar saja
Walau bagaimanapun tanggapanku dan pandanganku tak berubah, sudah terlancur men-cap jelek apapun itikad mereka.
Paling males aku kalau ngomongin soal aparat yang satu ini. *sigh*
Balas Komentar Ini