Budi
Sebuah cerita fiksi:
---
Dalam sebuah kampung di pinggiran kota besar, tinggalah seorang pemuda bernama Budi (bukan nama sebenarnya, nama sebenarnya sih Toni).
Budi adalah perantau, sama dengan hampir seluruh warga kampung situ. Mereka semua memiliki pekerjaan yang beragam, mulai dari tukang becak, tukang ojeg, penjual bakso, pemulung, dsb, dan memiliki tingkat ekonomi bawah dari kalangan bawah. Budi sendiri bekerja di bengkel tetangganya. Penghasilan hanya habis untuk kebutuhan hidup.
Meski hidup dalam kondisi yang serba terbatas, namun warga kampung memiliki kekompakan yang tinggi, rukun dan saling membantu kalau ada yang mendapatkan kesulitan. Dan suasana itu sudah sejak lama terjalin.
Sampai pada suatu saat, kampung mereka mendapatkan bantuan pinjaman modal dari pemerintah, lewat kelurahan setempat. Modalnya tidak terlalu besar, namun cukup untuk memulai usaha baru, atau mengembangkan usaha mereka sekarang, dan yang terpenting adalah modal tersebut dapat dikembalikan tanpa bunga, dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Hampir semua warga mengambil pinjaman itu, termasuk si Budi.
Kebanyakan dari warga beralih ke usaha dagang, apalagi daerah mereka dekat pada suatu lokasi wisata. Sedangkan yang lainnya tetap bertahan dengan usaha masing-masing, dengan tambahan modal untuk meningkatkan usaha.
Kecuali si Budi. Dia masih bingung mau diapakan modal itu.
Celakanya, teman-teman si Budi di bengkel tempatnya bekerja, sering mengajaknya jalan-jalan ke kota, tentu saja dengan sedikit mengambil jatah modal Budi. Sedikit sih memang.
Dari pemuda lugu yang jarang merambah kota, Budi mulai senang dengan kehidupan kota. Hampir setiap hari minggu dia ke kota.
Tetangga dan warga kampung sudah mulai kuatir, bagaimana kalau Budi tidak dapat mengembalikan modal sampai waktu yang telah ditentukan, sedangkan belum ada usaha apapun yang dikerjakan Budi.
Rekan dekat Budi sudah berulang kali memberi nasehat, dan mengingatkan Budi agar mengurangi kegiatannya jalan-jalan di kota. Tapi respon dari Budi kadang menyakitkan, dan cenderung tidak mau dinasehati.
Dengan respon seperti itu, banyak rekannya yang kapok mengingatkan. Bahkan yang paling parah, dia keluar dari pekerjaannya di bengkel, dan dengan bebas semakin sering ke kota, merambah kehidupan malam.
Sementara warga lain giat bekerja, dia sering pulang pagi dengan tampang habis foya-foya.
Akhirnya hukuman datang. Budi kena penyakit kelamin.
Sisa uangnya hanya dapat digunakan untuk berobat. Itupun tidak cukup. Sehari-hari dia hanya diam di rumah, tidak bekerja, meresapi penyakitnya seorang diri.
Para tetangga yang simpati kadang masih datang membawakan makanan dan juga obat. Tapi entah karena malu atau apa, Budi bahkan tidak pernah bicara atau mengatakan terimakasih pada mereka. Lama-kelamaan para tetangga juga malas mengurusi si bandel ini. Kasihan tapi menjengkelkan.
Saat waktu pengembalian modal tiba, Budi tidak punya apapun untuk dikembalikan. Hanya rumah, yang hampir tidak berarti untuk dijual. Dan dia harus pindah ke tempat lain entah di mana.
Warga yang sebenarnya masih ada kasihan, tidak mau merepotkan diri, malas berurusan dengan Budi yang perangainya berubah. Biar tau rasa, mungkin itu pikiran warga.
---
Moral of the story:
- memang berat memaafkan orang yang maunya enak sendiri
- memang sulit menjadi penolong yang murni menolong, tanpa imbalan senyum atau terimakasih
Ada 13 komentar
seperti baca skrip sinetron HIDAYAH
Aryo: kalo ini skrip sinetron HIDIBU
Balas Komentar Ini"...maturnuwun sebelum dan sesudahnya, aku memang mahluk yang hinda dina rendah diri namun tinggi hati, tapi apa hendak dikata, padi kutanam tumbuh ilalang..."
penggalan chat kita bbrp waktu lalu Jo...
Aryo: Jadi, aku dicurigai ikut nanam benih yang itu?
Balas Komentar Inieh Jo, kalo ketemu budi salam yo.sampein maaf dan doa, moga² Budi kuat dan selalu dalam lindungnyanNya.
P.S: dari tetangga yg buruk rupa dan (hati)
Aryo:
Balas Komentar IniHehehe, entah kenapa, aku udah yakin kalo pasti kamu duluan yang bakal tersummon oleh posting ini ;))
#aryo: Hehehe, entah kenapa, aku udah yakin kalo pasti kamu duluan yang bakal tersummon oleh posting ini ... ya krn aku memang bukan tetangga yg baik hati, dan ga mau keluar dari 'comfort zone' ku (tahu khan). :|
btw, u masuk tetangga yg mana? (jawab dlm hati saja JO).
*nunggu komen GUM*
Aryo:
Balas Komentar IniTak jawab di sini aja:
aku masuk sebagai pihak penonton ;))
ndak ngerti, au ah gelap, ketik c spasi d - cepe de ...
Aryo:
Balas Komentar IniHehehe, anggap aja ini postingan yang dipaksakan, memenuhi keinginan bathin *ceileh*
hadeeeerrr.... ^^;
Eh, nggak telat tuh, baru posting sekarang?
Btw, dilihat dari segala sisi, analogi yang buruk...
Aryo:
Balas Komentar IniIya Mbar, aku ngerti perasaanmu kok
*kaburr*
Aryo: Tak jawab di sini aja:
aku masuk sebagai pihak penonton --> penonton yg kadang² juga ikut main :p
aku ga mau nonton lg ahh. sinetronnya neh kadang trll dipaksakan oleh 'penonton'.
*kabur nonton Republik BBM*
Balas Komentar Ini*menyaksikan rita dan aryo nabrak pohon*
Balas Komentar IniLagi nyeritain apa seh? gak ngerti...
Balas Komentar Inipulang aja ah....
wahhhh sayang budi aka toni lagi bokek n sibuk ama si "otong" nya
jadi gak bisa baca postingan ini :-@
Balas Komentar IniPostingan yang aneh...
*ngaleh..
Balas Komentar IniWah, rita semangat banget kasih respon. Dari cerita tersebut, padahal mungkin si Budi tuh cuman merambah kehidupan malam, dengan chatting dan maen maen game online dari satu warnet ke warnet yg laen, kok bisa kena penyakit kelamin yaa?
Balas Komentar Ini*lanjut translet aahh..*
Makanya, kalo mau memaafkan orang, cari yang nggak kenal orangnya, lebih ringan di hati kayaknya...
Balas Komentar Ini*translet maneh aahh..*