Yang Besar Yang Salah
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap terjadi kecelakaan di jalanan, yang salah adalah yang lebih besar.
Truk yang salah kalo tabrakan dengan sepeda motor.
Sepeda motor yang salah kalo tabrakan sama sepeda onthel.
Dan sepeda onthel yang salah kalo tabrakan dengan pejalan kaki.
Apalagi kalo pejalan kaki tabrakan sama truk.
Ok, mungkin kalimat yang benar adalah: yang lebih besar yang bertanggung jawab.
Menurutku ini adalah paradigma yang dipaksakan, karena dalam prosesnya kesalahan bisa dilakukan oleh kasta yang paling rendah sekalipun.
Truk yang salah kalo tabrakan dengan sepeda motor.
Sepeda motor yang salah kalo tabrakan sama sepeda onthel.
Dan sepeda onthel yang salah kalo tabrakan dengan pejalan kaki.
Apalagi kalo pejalan kaki tabrakan sama truk.
Ok, mungkin kalimat yang benar adalah: yang lebih besar yang bertanggung jawab.
Menurutku ini adalah paradigma yang dipaksakan, karena dalam prosesnya kesalahan bisa dilakukan oleh kasta yang paling rendah sekalipun.
Misalnya saat sedang mengendarai Tiger dengan santai, mendadak pejalan kaki
yang sebelumnya jalan di trotoar, berbelok arah menyeberang jalan.
Terjadilah tabrakan Tiger vs Manusia.
Secara proses yang salah adalah pejalan kaki. Tapi yang menanggung biaya pengobatan tetap pengendara Tiger. *sigh*
Kemungkinan, paradigma itu diciptakan agar pengendara motor, mobil, truk, bis, tronton, pesawat dan kereta api, lebih berhati-hati kalau berhadapan dengan pengendara yang lebih rendah kastanya. Namun jika selalu dipaksakan penerapannya, yang rugi adalah yang lebih besar meskipun tidak melakukan kesalahan.
Contoh kasusnya adalah tabrakan di Malang beberapa hari yang lalu:
Satu Keluarga Tewas Terlindas Truk Gandeng
Kesalahan jelas tidak terletak di sopir truknya, namun meski demikian sopirnya yang ditahan. Secara materi dan waktu, sopirnya mengalami kerugian, belum lagi ganti rugi yang mesti dikeluarkannya jika ada.
Oleh bapak polisi sopirnya ditahan untuk menghindari amuk massa. Dari dua pilihan: ditahan atau diamuk massa, keduanya jelas merugikan sopir, karena kalau ditahan oleh polisi, pasti harus ada suatu proses[1] agar dilepaskan kembali.
[1] you know what
Hampir sama dengan kejadian itu:
Taft ditabrak bempernya,
bempernya copot,
si penabrak nyungsep di aspal bersama RX King-nya,
RX King pecah pada speedometernya.
Dengan Taft itu pula aku bawa dia ke UGD RS Soepraoen, membayari dokternya, dan mengganti biaya perbaikan sepedanya.
Di sini terjadi peperangan pikiran, sejauh mana pandangan 'yang besar yang salah' itu berlaku.
Aku bisa saja meninggalkannya terkapar di pinggir jalan saat itu, wong dia yang salah, ngebut dengan lampu mati di kegelapan, sedangkan posisiku yang sedang berhenti ditabrak.
Tapi dengan bertanggung jawab seperti itu, dia yang salah tapi aku yang rugi. *sigh*
Terjadilah tabrakan Tiger vs Manusia.
Secara proses yang salah adalah pejalan kaki. Tapi yang menanggung biaya pengobatan tetap pengendara Tiger. *sigh*
Kemungkinan, paradigma itu diciptakan agar pengendara motor, mobil, truk, bis, tronton, pesawat dan kereta api, lebih berhati-hati kalau berhadapan dengan pengendara yang lebih rendah kastanya. Namun jika selalu dipaksakan penerapannya, yang rugi adalah yang lebih besar meskipun tidak melakukan kesalahan.
Contoh kasusnya adalah tabrakan di Malang beberapa hari yang lalu:
Satu Keluarga Tewas Terlindas Truk Gandeng
Kesalahan jelas tidak terletak di sopir truknya, namun meski demikian sopirnya yang ditahan. Secara materi dan waktu, sopirnya mengalami kerugian, belum lagi ganti rugi yang mesti dikeluarkannya jika ada.
Oleh bapak polisi sopirnya ditahan untuk menghindari amuk massa. Dari dua pilihan: ditahan atau diamuk massa, keduanya jelas merugikan sopir, karena kalau ditahan oleh polisi, pasti harus ada suatu proses[1] agar dilepaskan kembali.
[1] you know what
Hampir sama dengan kejadian itu:
Taft ditabrak bempernya,
bempernya copot,
si penabrak nyungsep di aspal bersama RX King-nya,
RX King pecah pada speedometernya.
Dengan Taft itu pula aku bawa dia ke UGD RS Soepraoen, membayari dokternya, dan mengganti biaya perbaikan sepedanya.
Di sini terjadi peperangan pikiran, sejauh mana pandangan 'yang besar yang salah' itu berlaku.
Aku bisa saja meninggalkannya terkapar di pinggir jalan saat itu, wong dia yang salah, ngebut dengan lampu mati di kegelapan, sedangkan posisiku yang sedang berhenti ditabrak.
Tapi dengan bertanggung jawab seperti itu, dia yang salah tapi aku yang rugi. *sigh*
Ada 15 komentar
taft yang ada stker apelnya ituh ya?
sungguh mas aryo adalah seorang warga negara yang budiman....
:D
Aryo: saya lebih memilih jadi aryo sanjaya daripada jadi aryo budiman kok, pak slamet, hihihi
Balas Komentar IniTapi kalau Harle dapidson VS Tiger bisa-bisa tigernya tuh yang salah.
:D
Aryo:
Balas Komentar Initergantung siapa yang naikin Tigernya. kalo yang naikin si anaknya-jendral-you-know-who-itu, yang anggota geng motor itu tuh, bahkan Harle juga minggir
Sama mas, aku dulu punya pengalaman.
Ada jalan 2 arah (jln Pemuda Semarang) aku yang tdnya di lajur kiri sudah di tengah untuk berbelok ke jalur satunya.
Ketika sudah di tengah, sudah siap mau belok, tiba2 dr arah belakang ada motor ngebut dan nyenggol kanalpot motor (motor vs motor).
Motor yang nabrak beserta pengendaranya, jungkir balik di aspal.
Dalam hal ini, aku nggak salah, wong juga aku berhenti di tengah.
Aku niatan baik mau bantu dia, eh malah mintanya macem macem, clana sobek suruh ganti, spetbor pecah suruh ganti.
huuuh....
Aryo:
Balas Komentar Inijadi... sabuk hitam punyamu itu sudah gak berguna ya Yat? xixixixi...
yuups,
siapa yang lebih "berisi" dialah yang salah.
coba naik tiger mungkin, ngak repot nganter ke RS.
*cling, menghilang*
Aryo:
Balas Komentar Initambah repot maneh lek nggae vespa Mat
Sudah nasibmu rugi, mas. Terima aja. Xixixi...
Balas Komentar Inihmm,
Balas Komentar Inikayaknya butuh selamatan lagi nih, biar ngak nambah "catatan sedulur sepapat" nya , he he he.
dilema.
lha wong waktu aku ndelosor gara2 ada sepeda pancal motong jalan dengan suka cita, aku juga yang ganti rugi, aku juga yang cedera.
asline sih mentolo ngeplak. tapi hati kecil ini berkata lain.
dia bilang, "saduken ae!!"
Balas Komentar Iniooh ini toh td yg diceritain...
*tepuk2 pundak mas aryo*
..you know who deh..
Balas Komentar Inikasihan ya si korban.
Tapi jeleknya juga kadang kita suka lepas kendali kalo liat muka si pelaku.
Saya baca di detik, seorang ibu jadi korban busway. Ratusan orang mau membakar fasilitas umum itu.
hiii ngeriii...
berarti saya gak bisa naik busway donk (naik aja blom pernah)
:)
usmany.deviantart.com
Balas Komentar IniHmm.. Republik Mimpi?
Balas Komentar InieMmmm iya tuh makin banyak aja motor2 setan *motor yg ga make lampu malem2* giliran dia yg ketabrak Qta yg repot, ya udah sabar aja masQu...
Balas Komentar Inising mabuk sing endi?
Balas Komentar Iniseng salah seng dipenjara Mok!!â„¢
Balas Komentar Inising waras ngalah.
wong nabung akerat kok pakek tanya2. katanya orang tua disuruh memperbanyak sodakoh biar menolak bala.
Aryo:
Balas Komentar Inisodakoh ndak harus lewat cara 'kepaksa' kan :)
repot emang... sok-sok-an, kl dah ndelosor gitu br tau de
Balas Komentar Ini