Berkibarlah Benderaku
Mari lupakan dulu idealisme bahwa nasionalisme harusnya ada setiap saat, bukan cuma saat peringatan proklamasi, atau saat kejuaraan antar negara saja.
Mari kita nikmati saja kegembiraan ultah bangsa ini bersama seluruh lapisan masyarakat.
Hmm... itu juga terlalu ideal sih, karena nampaknya banyak yang sedang tidak berbahagia dalam menyambut ultah ini, atau sedang berbahagia namun tidak menyadari adanya ultah kemerdekaan.
Zaman aku kecil dulu, terasa sekali kegembiraan, kebanggaan, antusiasme dalam memperingati 17 Agustus. Gempitanya terasa 2 minggu sebelum sampai sesudahnya. Hati bergetar saat mendengar lagu 17 Agustus 45.
Sebagai gambaran antusiasme, untuk membeli selembar bendera, tetanggaku sampai berhutang ke tetangganya. Lha buat makan saja sudah susah.
Di waktu yang lain, tetangga yang lain, bendera beserta tiangnya dicabut oleh perangkat desa kemudian dilemparkan ke dalam rumah, karena benderanya sudah terlalu lusuh.
Kibaran merah putih memang hanya simbol, namun demi simbol itu mereka berusaha memberikannya sebaik mungkin.
Itu mereka. Bagaimana dengan kita?
Kemarin bersama Phi keliling Dinoyo, mencari tiang bendera. Dapat sih, tapi sulit membawanya karena tidak muat di Taft. Pintu belakang tidak dapat ditutup, sehingga Phi terpaksa duduk di belakang sambil memegangi pintu. Sepanjang perjalanan berusaha agar tiang bendera tidak mengenai pengguna jalan yang lain, atau terkena polisi tidur.
Akhirnya...
Berkibarlah benderaku,
Dirgahayu Indonesiaku.
Mari kita nikmati saja kegembiraan ultah bangsa ini bersama seluruh lapisan masyarakat.
Hmm... itu juga terlalu ideal sih, karena nampaknya banyak yang sedang tidak berbahagia dalam menyambut ultah ini, atau sedang berbahagia namun tidak menyadari adanya ultah kemerdekaan.
Zaman aku kecil dulu, terasa sekali kegembiraan, kebanggaan, antusiasme dalam memperingati 17 Agustus. Gempitanya terasa 2 minggu sebelum sampai sesudahnya. Hati bergetar saat mendengar lagu 17 Agustus 45.
Sebagai gambaran antusiasme, untuk membeli selembar bendera, tetanggaku sampai berhutang ke tetangganya. Lha buat makan saja sudah susah.
Di waktu yang lain, tetangga yang lain, bendera beserta tiangnya dicabut oleh perangkat desa kemudian dilemparkan ke dalam rumah, karena benderanya sudah terlalu lusuh.
Kibaran merah putih memang hanya simbol, namun demi simbol itu mereka berusaha memberikannya sebaik mungkin.
Itu mereka. Bagaimana dengan kita?
Kemarin bersama Phi keliling Dinoyo, mencari tiang bendera. Dapat sih, tapi sulit membawanya karena tidak muat di Taft. Pintu belakang tidak dapat ditutup, sehingga Phi terpaksa duduk di belakang sambil memegangi pintu. Sepanjang perjalanan berusaha agar tiang bendera tidak mengenai pengguna jalan yang lain, atau terkena polisi tidur.
Akhirnya...
Berkibarlah benderaku,
Dirgahayu Indonesiaku.
Ada 11 komentar
merdeka!
Balas Komentar IniMerdeka!
Balas Komentar IniHidup merdeka, merdeka dan terus hidup !
Balas Komentar IniMerDeKa!
Balas Komentar IniMERDEKA
Balas Komentar IniMERDEKAH!!!!
Balas Komentar Inimelu wes... MERDEKA!
Aryo:
melu nandi? :P
Balas Komentar Ini
Dirgahayu RI ke 63...
Aryo:
yes
Balas Komentar Ini
Merdhikoooo.....!!!!
Aryo:
koyok jeneng uwong
Balas Komentar Ini
MERDHEKAAAA....eh udah merdeka belum sih????
Aryo:
udah dong... merdeka dari nyamuk :P
Balas Komentar Ini
merdeka!!!
telat gak yah :D
Aryo:
coba dites pake sensitip
Balas Komentar Ini