Ketika Facebook Diharamkan
Isu yang telah lewat, namun pertentangannya masih saja seliweran. Dan masih terlalu banyak yang melenceng dari pengertian yang sebenarnya. Coba masuk Google.com, lalu search "facebook haram", lebih banyak muncul yang kontra tapi ngawur daripada yang bener. Hmm, hanya di halaman-halaman awal sih.
Bahkan di ExtraVaganza barusan juga ikut terkecoh pada isu ini.
Tidak bermaksud latah membahas isu ini, namun gerah rasanya kalo belum menyumbang 1 suara di kancah dunia cyber ini :)
Ya, tidak seperti sebelumnya yang sering kita dengar di media, bahwa fatwa dikeluarkan oleh MUI, kali ini dikeluarkan oleh pesantren. Pertemuan antar pesantren tepatnya, yang secara rutin mengadakan Bahtsul Masail (diskusi keagamaan khas pesantren) di Lirboyo, Kediri.
Bahtsul Masail ini sering membahas mengenai hal-hal yang terjadi di masyarakat. Salah satunya mengenai media internet. Dan Facebook hanyalah contoh.
Tidak ada pengharaman pada Facebook.
Lalu, darimana isu itu dimunculkan? Jawabnya hanya 1: kebablasan media.
Dari hasil penelusuran, dapat aku simpulkan kronologi singkat seperti ini:
- Bahtsul Masail sepakat bahwa penggunaan media internet seperti Facebook untuk maksiat adalah haram.
- Oleh media, kalimat tersebut dipenggal menjadi Facebook diharamkan. (sudah melencengkan arti)
- Kalimat tersebut diblowup di berbagai media.
- Masyarakat yang bisanya cuma mendengar media dan setuju aja, langsung bereaksi menolak "fatwa"
- Media memunculkan opini-opini penentangan "fatwa", sehingga semakin menguatkan adanya "fatwa"
- Para pengguna Facebook yang taunya menerima mentah-mentah informasi media, ikut meramaikan isu ini dengan membodoh-bodohkan para Ulama.
- Para selebriti yang dasarnya bodoh tapi ingin dianggap pintar, ikut-ikutan menyalahkan "fatwa" yang tidak pernah ada.
Masyarakat Indonesia memang terlalu mudah termakan isu. Jika menerima berita langsung "ho-oh" saja. Jika menerima isu langsung main sebar, jika menerima email berantai langsung main forward saja.
Hal itu dimanfaatkan media untuk mendulang "hits".
Ya, itulah media kita.
Ada 36 komentar
+1 menarik
Balas Komentar Ini-100 sangat tidak menarik
Balas Komentar Ini*tarik sarimin ke lumpur lapindo*
min, gak pesen jaket SCeN tah?
Balas Komentar Iniburuan.
Ngeblog itu haram!!
*gak nyambung*
Balas Komentar IniBekicot juga!
*bawa golok*
Balas Komentar Inipuantesaaaan ga tau dibawain bekicot lagi
Balas Komentar Inibanyak yang harus melek sama fakta seperti ini dulu sebelum buka mulut atau menggerakkan jemarinya.
minta ijin tak posting di facebook yang katanya haram itu.
Balas Komentar Inisebenarnya tidak sesulit itu. yang penting jangan mudah berpikiran buruk, dan jangan begitu saja percaya media.
Balas Komentar IniSaya kasihan... kasian sekali... MEDIA kita sering sekali tidak BIJAK.. hanya demi SEBUAH PORSI IKLAN dan menaikkan RETING ah kasian sekali lagi kasian.....
Balas Komentar IniEntah salah media atau salah masyarakat.
Lha kalo masyarakat diberi berita ngawur tetep seneng-seneng aja, masih mau membeli/mendengar/melihat liputannya, yang notabene menghasilkan iklan, tentu saja media happy aja.
Malah semakin ngawur semakin kontroversial dan semakin naik ratingnya. Doh.
Balas Komentar Inimamulo to yo yo,ojo mung jarene jare
Balas Komentar Inihehehe, betul, hindari hal-hal yang berbau katanyaâ„¢
Balas Komentar IniNamanya juga demokrasi, mau nulis apaan terserah dan bebas. Tapi setelah kasus ibu Prita apa masih ada kebebasan bersuara ?
Balas Komentar IniMasih, tentu saja masih, gak perlu takut pada ancaman UU ITE. Asal yang dituliskan adalah fakta dan kebenaran, ngapain takut?
Sedangkan media yang sering nulis ngawur dan tidak sesuai fakta saja berani ;))
Balas Komentar IniWkwkwkwkkwkw, kebiasaan orang Indonesia, makan berita mentah, he5 :)
Balas Komentar IniKarena enak, gak perlu mikir
Balas Komentar IniSempat denger di media masa "Facebook untuk maksiat adalah haram". Setelah itu beritanya berganti "Facebook Haram". >:D
Balas Komentar Iniya begitulah bangsamuâ„¢
Balas Komentar IniMasalahnya bagi pemburu berita "bad news" is "good news".
Lagian kita adalah produk sistem yang dituntut untuk bicara "iya". Rezim sebelum orde reformasi selalu menuntut kita patuh. Waktu SD/SMP misalnya,kita dituntut untuk meng"iya"kan apa kata guru.
So, wajar dech kalo sebagian dari qt latah menerima mentah-mentah suatu berita. Butuh proses untuk tidak latah :)
Balas Komentar Inihmmm gitu...berarti media itu bisa kena UU ITE juga ... :-?
Balas Komentar Iniharusnya bisa, tapi kan ada UU tersendiri untuk itu.
masalahnya di negara ini hukum sering tergantung kekuasaan. dan kekuasaan itu bisa menciptakan opini publik, yang bisa mengutak-atik fakta sehingga segala sesuatu bisa nampak baik-baik saja meskipun sebenarnya bermasalah. vice versa.
"ahli telematika" yang itu bisa sampe masuk senayan kan juga gak lepas dari kebablasannya media.
Balas Komentar Inipancen cah-cah kui sam, mamulo-mamulo wong urip kuwi kudu eling marang sing kuoso, mben kuwi bakal ono siksone akherat......, hehehe (belajar dadi njowo)
Balas Komentar Inihoree... hidup blog! hidup facebook! hidup friendster jugak...
Balas Komentar Iniplurk? myspace? kopdar?
mana katanya mau kopdar ke malang? cuman isu aja tah?
Balas Komentar Inilha kan tetep aja ulama-nya kurang pinter..
harusnya yang haram itu MAKSIATNYA
bukan ALATNYA
pisau haram, tv haram, jubah ulama (kalo buat njiret leher orang) haram, internet haram, bantal haram, sepatu, karet gelang, buku (di baca Qur'an juga boleh), dll.. ..haram -___-
tulisan ini juga bisa jadi haram dong????
harusnya dibedakan antara ALAT dan TUJUAN
Balas Komentar Inihihihi, nampaknya sih situ yang kurang pinter nerjemahkan tulisan ini :P
situ bisa nunjukkan perkataan ulama yang mengharamkan ALATNYA?
selain dari _katanya_ media televisi/koran.
kalopun dari media, tunjukkan artikel yang benar-benar berisi pernyataan dari ulama, berisi waktu, tempat, nama ulama, dan kalimat utuh.
kalo tidak bisa, jangan nuduh ulama-nya kurang pinter.
kalo bingung, coba ulangi baca artikel di atas, terutama bagian kronologinya.
Balas Komentar Iniya, harusnya publik juga tahu bahwa teman2 yang dipondok bukanlah oon, wacana mereka juga mantab2. Terkadang media dan kepentingan ttn yang...........
Balas Komentar Inithanks sam
hehehe, nampaknya memang seperti itu. pesantren dipandang sebagai lembaga gak gaul dan ketinggalan teknologi. padahal banyak warga pesantren yang pake facebook juga. saya sendiri juga produk pesantren, tapi merasa gaul dan gak ketinggalan teknologi ;))
jadi yang mengatakan teman-teman di pondok adalah kuper teknologi, justru dirinya sendiri yang clueless.
Balas Komentar Inidibilang haram or gak haram, pokoknya fesbuk jalan terus. yg penting tdk utk maksiat :)
Balas Komentar Inibukan di situ sih sebenarnya permasalahane. dengan isu konyol kayak gini, menimbulkan stigma buruk pada dunia pesantren.
coba search google mengenai kasus ini, berapa banyak blogger/komentator yang membodohkan ulama?
bahkan di atas ini ada yang 'mengkurang-pintarkan' ulama, yang menurutku kepintaran ulama berlipat ganda dari si komentator.
Balas Komentar Iniasek... MUI mattab jayaaa... melalui fesbuk bisa nambah lebih banyak lagi dosa.. :p
Balas Komentar Ini*lempar jay pake wajanbolic*
dibaca dulu tulisane ;))
Balas Komentar Iniwong indonesia ngopo-opo ya fatwa..hoalahh..
Balas Komentar IniSalam... Mungkin agak tlat komen sy.,tp gpp, wong saya nyampe kesini jg gara2 mbah gugel eror... Tp sya nyimak postingan ini dari awal... Dan... Dua jempol wat mas aryo!!! Meskipun sy bkn muslim,sy tdk melihat ini sbgae pembelaan ulama, tp memang jwbn yg cerdas atas situasi masyarakat kita...
Balas Komentar IniKang, lama gak dolan tempatku. Repot, ya? Masak bar tarweh gak boleh browsing.
Balas Komentar IniSardidin udah datang.
Met Puasa semoga Allah SWT memberi kekuatan untuk menjalankan.
kalo masih bingung haram atau ngga, mending gabung aja di situs pertemanan islam made in indonesia bo'
Balas Komentar Iniwww.indoface.com.. mari uamat islam bergabung didalamnya segaligus kita mencintai produk dalam negeri