Balada Klepon
Alkisah, di negara kita yang subur makmur kaya sumber daya alam dan melimpahnya budaya asli hasil sejarah panjang kerajaan-kerajaan tuanya, memiliki karya unik yang disebut dengan klepon.
Meskipun klepon bisa dibuat oleh banyak negara lain, namun karena olah seni dan bahan dasarnya yang melimpah di negara ini, serta jumlah pembuatnya yang banyak dan kompeten karena klepon memang asli sini, sehingga kualitas klepon yang dihasilkan negara ini jauh lebih baik.
Meskipun klepon bisa dibuat oleh banyak negara lain, namun karena olah seni dan bahan dasarnya yang melimpah di negara ini, serta jumlah pembuatnya yang banyak dan kompeten karena klepon memang asli sini, sehingga kualitas klepon yang dihasilkan negara ini jauh lebih baik.
Pada masa lalu, masyarakat bangga menggunakan klepon dalam berbagai acara, dengan berbagai jenis dan warna, dan penyesuaian bentuk klepon sesuai dengan kebutuhan. Begitu pentingnya keberadaan klepon sehingga terbentuklah simbol-simbol dan seni tingkat tinggi dalam pembuatan klepon.
Simbol-simbol tersebut antara lain, jika pada acara A maka harus menggunakan klepon A, tidak boleh menggunakan klepon B.
Lalu jika seorang anak berpamitan pergi merantau, maka orangtuanya akan membekali dengan klepon jenis tertentu. Bahkan jika dalam sebuah acara salah satu pihak berhalangan hadir, dapat diwakilkan dengan menghadirkan klepon miliknya saja.
Menarik untuk dipelajari budaya adiluhung masa lalu itu. Jika tidak mempelajarinya bagaimana bisa mencintainya?
Sampai pada tingkat kebablasan, di mana klepon dianggap memiliki tingkat kehormatan lebih tinggi dibandingkan manusia, disembah dan diberikan sesajen. Bahkan klepon menjadi benda yang selalu dianggap sebagai simbol mistis, bukan lagi karya seni dan kebudayaan. Orang memiliki atau membawa klepon akan ditanya apa keunggulan dan kehebatannya. Bisa terbang? Pemiliknya akan kaya? sakti? Selalu seperti itu.
Melihat hal ini banyak pihak yang tidak menyukai jika akidah manusia Indonesia tergerus, sampai pada tingkat menyekutukan Allah azza wa jalla. Maka dibuatlah kampanye bahwa memiliki kepada klepon itu sesat, klenik, musyrik, sehingga harus dijauhi.
Ujungnya adalah pengucilan terhadap karya seni tersebut, dengan dalih masih ada seni yang lain selain daripada keris, eh, klepon.
Padahal, terlalu berharga jika klepon, hmmm... keris, dihapuskan dari kebudayaan kita, hanya karena kemalasan para pendakwah untuk meluruskan akidah, sehingga memilih enaknya dengan menyudutkan status keris. Mari perbaiki akidah langsung pada sumbernya, sebab tidak hanya keris yang menjadi sumber mistis.
Iya, mungkin mereka tidak merasa keberatan dengan hilangnya budaya kita itu, tapi kita merasa keberatan.
Simbol-simbol tersebut antara lain, jika pada acara A maka harus menggunakan klepon A, tidak boleh menggunakan klepon B.
Lalu jika seorang anak berpamitan pergi merantau, maka orangtuanya akan membekali dengan klepon jenis tertentu. Bahkan jika dalam sebuah acara salah satu pihak berhalangan hadir, dapat diwakilkan dengan menghadirkan klepon miliknya saja.
Menarik untuk dipelajari budaya adiluhung masa lalu itu. Jika tidak mempelajarinya bagaimana bisa mencintainya?
Sampai pada tingkat kebablasan, di mana klepon dianggap memiliki tingkat kehormatan lebih tinggi dibandingkan manusia, disembah dan diberikan sesajen. Bahkan klepon menjadi benda yang selalu dianggap sebagai simbol mistis, bukan lagi karya seni dan kebudayaan. Orang memiliki atau membawa klepon akan ditanya apa keunggulan dan kehebatannya. Bisa terbang? Pemiliknya akan kaya? sakti? Selalu seperti itu.
Melihat hal ini banyak pihak yang tidak menyukai jika akidah manusia Indonesia tergerus, sampai pada tingkat menyekutukan Allah azza wa jalla. Maka dibuatlah kampanye bahwa memiliki kepada klepon itu sesat, klenik, musyrik, sehingga harus dijauhi.
Ujungnya adalah pengucilan terhadap karya seni tersebut, dengan dalih masih ada seni yang lain selain daripada keris, eh, klepon.
Padahal, terlalu berharga jika klepon, hmmm... keris, dihapuskan dari kebudayaan kita, hanya karena kemalasan para pendakwah untuk meluruskan akidah, sehingga memilih enaknya dengan menyudutkan status keris. Mari perbaiki akidah langsung pada sumbernya, sebab tidak hanya keris yang menjadi sumber mistis.
Iya, mungkin mereka tidak merasa keberatan dengan hilangnya budaya kita itu, tapi kita merasa keberatan.