Angkot Di Malang
Angkot atau angkutan perkotaan, seakan menjadi urat peredaran ekonomi di suatu kota. Meskipun terkesan hanya diperuntukkan bagi kalangan bawah ke bawah, angkot tetap menjadi bagian integral suatu perkotaan.
Dulu sewaktu pertama kali datang ke Malang (1997), saat mendaftar kuliah di kampus Elang, angkot yang saya tumpangi adalah GML (Gadang - Mergan - Landungsari), dari terminal Landungsari menuju jalan Tidar.
Saat itu suasana Malang masih asri, sejuk, jalanan masih sepi (terutama GML yang melewati jalanan sawah), dan pintu angkot masih harus dibuka tutup kalau ada penumpang yang naik atau turun. *bernostalgia*
Beberapa tahun pertama tinggal di Malang, saya kuliah dan bepergian selalu menggunakan angkot. Sejak ongkosnya masih 300 rupiah, jauh dekat sama saja.
Saat itu jumlah penumpang angkot hampir selalu penuh sesak. Angkot yang idealnya kiri 4 kanan 6, dipatok kiri 5 kanan 7. Sopir tidak peduli dengan kenyataan bahwa dimensi tubuh penumpang bervariasi, selama target belum terpenuhi dia akan terus ngetem.
Bahkan di tengah-tengah angkot, di antara 2 bangku yang sedemikian sempit, diberi bangku kecil untuk duduk 2 orang lagi, satunya hadap depan, satunya menghadap ke belakang, dengan feature dengkul berjejer di kiri kanannya.
Namun saat ini, angkot sedang dalam masa suram. Meski saat ini 1
penumpang membayar 2.000 rupiah, namun jumlah penumpang sudah menurun drastis.
Jumlah penumpang semakin hari semakin sedikit. Sekarang ini kalau melihat angkot berseliweran (terutama yang rute ke tengah kota), jarang sekali menemui angkot dengan penumpang penuh seperti dulu. Format kiri 4 kanan 6 sudah sulit tercapai. Paling juga kiri 1 kanan 2. Itupun yang 1 di pinggir pintu dan yang 2 mojok di belakang.
Sepi.
Menurutku fenomena ini dipicu oleh beberapa hal:
[1] angkot mahal. 2.000 rupiah kalo PP sudah 4.000. belum lagi yang 2 kali angkot.
[2] angkot kelamaan ngetem.
[3] angkot jalannya merambat.
[4] angkot mengoper ke angkot lain, dan mesti bayar lagi (saya beberapa kali mengalaminya)
[5] angkot waktunya terbatas banget (GML sampai jam 6 sore aja)
[6] angkot panas (plus poin #2 dan #3)
Para penumpang lebih banyak yang alih profesi, menjadi pengendara motor.
Ya, volume kendaraan bermotor di Malang kian hari semakin padat. (ditambah 1 motornya Aris yang baru saja beli kemarin, SupraX).
Berkendara di Malang meski bukan jam sibuk, seharian penuh kecuali malam hari, membutuhkan kesabaran ekstra, karena dengan banyaknya motor yang seliweran, kewaspadaan juga harus ditingkatkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan volume sepeda motor:
[1] masyarakat ekonominya kian membaik. motor seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah keluarga.
[2] dealer motor kejar target, hingga mengobral penjualan. dengan membawa uang 300 ribu sudah bisa membawa pulang sepeda motor.
[3] angkot sudah semakin ditinggalkan.
[4] sepeda motor lebih privat
[5] dst
Harusnya pihak regulator (pemkot?) mampu menyeimbangkan antara kenaikan jumlah sepeda motor dan penurunan penumpang angkot, di antaranya:
[1] menaikkan harga karcis parkir, sehingga orang malas naik motor dan lebih memilih naik angkot.
[2] memperbaiki kondisi sistem perangkotan.
[3] semakin membatasi target dealer, jadi motor yang turun ke jalan bisa dikontrol.
[4] memperketat permohonan surat ijin mengemudi.
[5] memperbanyak razia sepeda motor (untuk mendukung poin #4), karena menurutku masih banyak pengendara tanpa SIM.
Demikian presentasi kali ini, semoga bermanfaat.
Sekian.
Jumlah penumpang semakin hari semakin sedikit. Sekarang ini kalau melihat angkot berseliweran (terutama yang rute ke tengah kota), jarang sekali menemui angkot dengan penumpang penuh seperti dulu. Format kiri 4 kanan 6 sudah sulit tercapai. Paling juga kiri 1 kanan 2. Itupun yang 1 di pinggir pintu dan yang 2 mojok di belakang.
Sepi.
Menurutku fenomena ini dipicu oleh beberapa hal:
[1] angkot mahal. 2.000 rupiah kalo PP sudah 4.000. belum lagi yang 2 kali angkot.
[2] angkot kelamaan ngetem.
[3] angkot jalannya merambat.
[4] angkot mengoper ke angkot lain, dan mesti bayar lagi (saya beberapa kali mengalaminya)
[5] angkot waktunya terbatas banget (GML sampai jam 6 sore aja)
[6] angkot panas (plus poin #2 dan #3)
Para penumpang lebih banyak yang alih profesi, menjadi pengendara motor.
Ya, volume kendaraan bermotor di Malang kian hari semakin padat. (ditambah 1 motornya Aris yang baru saja beli kemarin, SupraX).
Berkendara di Malang meski bukan jam sibuk, seharian penuh kecuali malam hari, membutuhkan kesabaran ekstra, karena dengan banyaknya motor yang seliweran, kewaspadaan juga harus ditingkatkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan volume sepeda motor:
[1] masyarakat ekonominya kian membaik. motor seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah keluarga.
[2] dealer motor kejar target, hingga mengobral penjualan. dengan membawa uang 300 ribu sudah bisa membawa pulang sepeda motor.
[3] angkot sudah semakin ditinggalkan.
[4] sepeda motor lebih privat
[5] dst
Harusnya pihak regulator (pemkot?) mampu menyeimbangkan antara kenaikan jumlah sepeda motor dan penurunan penumpang angkot, di antaranya:
[1] menaikkan harga karcis parkir, sehingga orang malas naik motor dan lebih memilih naik angkot.
[2] memperbaiki kondisi sistem perangkotan.
[3] semakin membatasi target dealer, jadi motor yang turun ke jalan bisa dikontrol.
[4] memperketat permohonan surat ijin mengemudi.
[5] memperbanyak razia sepeda motor (untuk mendukung poin #4), karena menurutku masih banyak pengendara tanpa SIM.
Demikian presentasi kali ini, semoga bermanfaat.
Sekian.
Ada 19 komentar
Sebagai orang yang selalu mengandalkan angkot saat bepergian, saiah juga sering mengalami poin-poin di atas, Pak Guru. Bahkan pernah 'kejepit' juga mentang-mentang badan saiah kurus kecil, plus sesak napas gara-gara dijejali penumpang dari berbagai profesi v_^o^_v
Aryo:
Balas Komentar Inibiar gak sempit, Dian mestinya naik ke atapnya angkot saja.
numpang lewat
Aryo:
Balas Komentar Inibayar retribusi mas.
very intersting. but i dont agree with you
Aryo:
Balas Komentar Iniwhich one?
Pertama datang di Malang saya HERAN dengan ANGKOTnya :D
Aryo:
Balas Komentar Inindesit, ndelok angkot ae heran. *kaburr*
jd ingat sering kebablasan kl naek angkot :d
Aryo:
Balas Komentar Inimaksudnya kebablasan gimana Rit? kamu mendadak jadi sopirnya, gitu?
jadi inget juga waktu SMA kalo berangkat sekolah, naik angkotnya gak pernah bayar. Ntar pulangnya kadang nungguin angkot itu lagi, biar gak bayar.. Lumayan buat tambah uang jajan 250 rp.
Balas Komentar IniMakasih mas Heri (sopir angkotnya)!!
ah elu pendatang, talk-only-no-action
Balas Komentar Inijess... blogku pindah harap di-update yach linknya... mwaaaahh... *cium aryo pake bibir venus*
kl d surabaya angkotnya jarang ga penuh tuw. ngetem ga gitu lama.
Balas Komentar Initapi panasnya ^^
wah saya gak pernah naik angkot tuh...
Balas Komentar Initaksi dong ah!
:D
Wah.. angkot nang ndi ae podo ae.
Balas Komentar Inikalo di bogor angkotnya wih banyak buanget.. tapi yo gitu, lama ngetem, jalan pelan2 sambil nyari penumpang, sering macet karena kebanyakan volume kendaraan di jalan, ditambah gerah panas karena emang hawanya udah panas dan macet..
Balas Komentar Initapi say thank you juga sih buat angkot dan pengemudinya. kalo gak da angkot mungkin lebih susah lagi kalo mau kemana-mana.. secara mobil ato sepeda motor juga belum punya. dinikmati wae lah kondisi seperti itu, sementara waktu ini...
Kalo mau beda, ke Balikpapan dunkz. Angkotnya gaul abiz, nggak reyot. Desain kursinya lega, full music, sopirnya banyak nyang masi muda, tapi sayang nggak ada yang cakep. Huehehehe...
Aryo:
Balas Komentar IniJadi gimana? Malang ini dibawa ke Balikpapan, gitu tah? *getok dian*
kalo liat tulisannya, aku pengin pulang ke kandang singa lagi... :(( ...dah lama nih tidak melihat kota malang tercinta...tapi katanya sekarang udah ga dingin lagi ya...banyak dibangun perumahan/ruko/mall yg asal-asalan. pak walikota/ pak bupati tolong jangan gusur sawah dan kebun lagi ya....
Aryo:
Balas Komentar IniSekarang pemanasan global mas, jadi bukan cuma Malang saja yang semakin panas ;) Tapi memang benar, sekarang banyak sawah yang ditanami ruko dan rumah. Para developer seakan alergi kalo melihat lahan yang kosong (meski ada sawahnya), dan para pemberi ijin seakan menutup mata. Entah mereka berpikir terlalu jauh ke depan sampai kita ndak nutut, atau bahkan mikirnya terlalu pendek? >:)
tolong bantu saya, untuk masalah angkot di malang coz saya sedang melakukan penelitian yang berhubungan dengan angkot. mksh...
Aryo: Apa nih yang bisa dibantu? ;;)
Balas Komentar Inigambar yg lainna mana mas???????????????
Balas Komentar Inimbak windy, sama neh aku juga mo ada penelitian ttg angkot di Malang. Tar bisa tuker2an info dunk...hehehe
Balas Komentar IniMas Aryo.... kok ga ada gambar angkot yang jelas seh... masa aku harus ke Malang cuman buat poto angkot doang...
bantuin dunk.... hehehe
Aku sering bergumul sama angkot nih, juga selalu bawa kamdig. Mau foto model gimana? :D
Jenis pelanggaran, keruwetan, atau ...
Balas Komentar IniWaduh klo bayar cuma segitu sih murah mas (skrg RP 2500). Kalau di berau angkot satu kali jalan Rp 5000.
Balas Komentar IniPertama kali kemalang kirain AG sama GA sama rutenya. Sekarang udah tau harus naik angkot mana .
AnGkOt NeVeR DiE........!!! 8-X
Balas Komentar Ini