Solar Oplosan
Kemaren pagi berangkat ke Surabaya menggunakan si Taft, dengan kondisi solar setengah kosong (atau setengah penuh? terserah deh).
Semuanya berjalan lancar, termasuk ketika melewati kemacetan Pasar Porong. Sampai setelah melewati gerbang tol Porong, mesin mendadak tersendat, berasa seperti kehabisan solar.
Dan akhirnya mesin mati dengan tenang di bahu jalan.
Kecurigaan pertama, radiator mengalami overheat, karena reservoir terlihat mendidih sampai airnya mengucur deras keluar. Aneh sih, karena selama ini sudah sering mengalami kepanasan, tapi tidak pernah sampai menyebabkan kematian.
Ok, solusinya kita dinginkan mesin untuk beberapa lama. Cukup lama sampai didatangi petugas tol. Untungnya saat petugas datang kita sudah pakai celana *lho*
Setelah dingin, perjalanan dilanjutkan, memasuki Kuto Suroboyo.
Beberapa lama berjalan dalam kota, kejadian itu berulang beberapa
kali. Dan setelah cek n ricek, kita curiga mesin mengalami masuk angin (udara memasuki silinder),
karena solar sempat di ambang setengah tangki, yang mana termasuk titik warning bagi mesin-mesin diesel.
Maka pada kesempatan pertama bertemu dengan SPBU, solar diisi full tank.
Namun itu tidak menyelesaikan masalah, karena di beberapa ratus meter berikutnya, mogoknya still go on.
Maka pada kesempatan pertama bertemu dengan SPBU, solar diisi full tank.
Namun itu tidak menyelesaikan masalah, karena di beberapa ratus meter berikutnya, mogoknya still go on.
Dan kita juga sudah capek memompa aliran solar agar udaranya keluar.
Telepon bantuan sana-sini, salah satu solusi didapatkan dari Ferdhie, yaitu kemungkinan filter solarnya tersumbat, jadi harus diganti.
Solusi ini tidak mudah, karena hari itu adalah tanggal merah, banyak bengkel tutup. Tapi untungnya ini Surabaya, ada saja bengkel yang masih buka. Dan untuk mencapai bengkel, beberapa kali mogok.
Filter solar diganti dengan yang baru, dan memang, di filter yang lama, banyak berisi air dan tanah *kok bisa?*
(pak bengkel mengganti filter solar yang penuh air)
Setelah diganti filter baru, segalanya berasa ok, sampai pada beberapa kilometer meninggalkan bengkel, mesin mati lagi.
Mesin panas: tidak. Masuk angin: tidak. Filter kotor: tidak.
Sampai menjelang gelap, kita terdampar di jalur darurat tol Pasar Kembang Surabaya.
Ide dari kakaknya Yudhi, agar mengecek solar yang keluar dari filter solar. Dan ternyata, baunya bukan bau solar, tapi minyak tanah!
Memang sih, solar bisa dioplos dengan minyak tanah, namun karena sifatnya yang berbeda, minyak tanah lebih cepat panas daripada solar, sehingga kalau didinginkan lama, minyak tanah baru mau berfungsi.
Begitulah, Surabaya - Malang ditempuh lebih dari 7 jam, karena setiap panas, mesin mengajukan time break, berhenti di pinggir jalan.
Sampai di Malang, kita coba ambil solar langsung dari tangkinya, sebanyak 1 botol aqua, dan whuaa... itu adalah minyak tanah dengan tampilan solar!
(terlalu encer, tidak berbusa, dan jelas sekali beraroma minyak tanah)
Kalau diingat-ingat, terakhir kali aku isi solar itu di... SPBU Kawi.
*black list*
Telepon bantuan sana-sini, salah satu solusi didapatkan dari Ferdhie, yaitu kemungkinan filter solarnya tersumbat, jadi harus diganti.
Solusi ini tidak mudah, karena hari itu adalah tanggal merah, banyak bengkel tutup. Tapi untungnya ini Surabaya, ada saja bengkel yang masih buka. Dan untuk mencapai bengkel, beberapa kali mogok.
Filter solar diganti dengan yang baru, dan memang, di filter yang lama, banyak berisi air dan tanah *kok bisa?*
(pak bengkel mengganti filter solar yang penuh air)
Setelah diganti filter baru, segalanya berasa ok, sampai pada beberapa kilometer meninggalkan bengkel, mesin mati lagi.
Mesin panas: tidak. Masuk angin: tidak. Filter kotor: tidak.
Sampai menjelang gelap, kita terdampar di jalur darurat tol Pasar Kembang Surabaya.
Ide dari kakaknya Yudhi, agar mengecek solar yang keluar dari filter solar. Dan ternyata, baunya bukan bau solar, tapi minyak tanah!
Memang sih, solar bisa dioplos dengan minyak tanah, namun karena sifatnya yang berbeda, minyak tanah lebih cepat panas daripada solar, sehingga kalau didinginkan lama, minyak tanah baru mau berfungsi.
Begitulah, Surabaya - Malang ditempuh lebih dari 7 jam, karena setiap panas, mesin mengajukan time break, berhenti di pinggir jalan.
Juga, minyak tanah dapat menyebabkan lecet pada piston karena tidak bisa melumasi. Merusak mesin.
Sampai di Malang, kita coba ambil solar langsung dari tangkinya, sebanyak 1 botol aqua, dan whuaa... itu adalah minyak tanah dengan tampilan solar!
(terlalu encer, tidak berbusa, dan jelas sekali beraroma minyak tanah)
Kalau diingat-ingat, terakhir kali aku isi solar itu di... SPBU Kawi.
*black list*
Ada 23 komentar
karma ituu... gara2 keseringan mencemari udara
Balas Komentar Ini@gum
Balas Komentar Iniperlu diingat: mesin diesel lebih ramah lingkungan daripada mesin 4 stroke biasa, walaupun asapnya hitam. Kadar CO & CO2 nya lebih kecil.
setuju bos :)>-
Balas Komentar Ini@Gum:
Sama saja, tergantung interpretasi orang. Kalau diesel emisinya CO2. Gas ini berwarna hitam sehingga terlihat mencolok mata dan karena berat jenisnya besar maka akan mengendap. Sedangkan emisi bensin tidak kelihatan di mata dan berat jenisnya ringan sehingga tidak turun. Emisi bensin banyak mengandung NOx. Gas ini menyebabkan darah kekurangan oksigen.
Sumber:
Balas Komentar Inihttp://endar96.multiply.com/journal/item/102
wah iku durung dislameti taft e... ayo ndang dislameti maneh, sate ndek sukun enak jo... nang kunu ta?
Balas Komentar Ini@Isdah:
Lha awakmu sing ngentekne pidsa sak piringe kae mbuk kiro acara opo?
Sate?
Balas Komentar IniEmang ada yang lebih enak dari sate Bunul?
*paid member*
oalah...tak pikir mesin diesel tuh malah yang *jahat*, tiwas tiap berada di posisi belakang mobil diesel selalu berdoa supaya yang punya mobil *tiiiitttt...* *sensor*
Balas Komentar Iniaarrgghh kawi????
Balas Komentar Inigawat....
kalo bawa mesin disel harus bawa tolakangin juga...
Balas Komentar Inilho bukannya biasa solar olus mitan, namanya irek (irit tur ekonomis)
--kebiasaan ngerneti truk--
MAKANYA PAKAI PERTAMAX!!!
Balas Komentar Ini*mengendap-endap keluar*
pindah ke ankot aja:D, salam kenal
Balas Komentar Iniwaahh....pas dikawi itu sajen-ne ono sing kurang gak?
Balas Komentar Inimakanya, sekali2 sepedanya diberdayakan. biar ngerti rasanya ngos2an di belakang kendaraan yg ngebul.
*vote smoke-free vehicles*
Balas Komentar Inisentimen sama supir metromini sama bus ya??, salahin supirnya donk yang ga ngurus kendaraannya, karena bis/metromini ga ada yang mesin bensin, kalau ada, saya jamin sampean bisa pingsan keracunan nox
Balas Komentar Inijadi tuw solar udah kecampur ya?
Balas Komentar Inimestine campur satu lagi biar mau jalan: campur dorong :P
HIDUP GUM!!!
Balas Komentar Inihmmmm...
*sepertinya kenal dengan yang komen diatasku...*
ya gimana lagi.....trima aja apeeeeesssnya
sekalian ngerasa keeseel...he...he...he
Aryo:
Balas Komentar Iniwalah... :(
test
Balas Komentar IniSolar "palsu"/oplosan dengan minyak tanah ada dimana-mana , rata ada ditiap kota dan senantiasa mengintip menunggu korban. Sayang aparat & sistem hukum kita masih kurang proaktif. Mengecheck apakah solar oplosan ( ducampur mitan ) atau tidak, tidaklah sulit. Ada beberapa cara, tetapi paling mudah ya ukur Specific Gravitynya. Solar yang baik sebaiknya API ( American Petroleum Institute ) degreenya tidak lebih buruk dari 35 API ( pada suhu 60 derajat F atau sekitar 15,6 derajat Celcius/Centigrade ). Dipasaran banyak solar dioplos sampai 40 , 42 , bahkan 44 API atau lebih. Ironis memang.
Balas Komentar IniSolar "palsu"/oplosan dengan minyak tanah ada dimana-mana , rata ada ditiap kota dan senantiasa mengintip menunggu korban. Sayang aparat & sistem hukum kita masih kurang proaktif. Mengecheck apakah solar oplosan ( ducampur mitan ) atau tidak, tidaklah sulit. Ada beberapa cara, tetapi paling mudah ya ukur Specific Gravitynya. Solar yang baik sebaiknya API ( American Petroleum Institute ) degreenya tidak lebih buruk dari 35 API ( pada suhu 60 derajat F atau sekitar 15,6 derajat Celcius/Centigrade ). Dipasaran banyak solar dioplos sampai 40 , 42 , bahkan 44 API atau lebih. Ironis memang.
Balas Komentar IniMendeteksi apakah solar yg kita beli oplosan atau tidak, sebetulnya ada banyak cara. Tapi yang mudah adalah menguji SG nya. Solar yang baik , tidak boleh lebih buruk dari 35 API ( American Petroleum Institute ) degree. Di Indonesia dimana mana bisa ditemukan solar yg dioplos sampai 40, 42 , bahkan 44 API degree atau lebih buruk lagi.
Aryo:
wah, lalu gimana caranya ngukur API-nya pak? butuh alat atau trik tertentu?
Balas Komentar Ini
spbu jl kawi = spbu yang paling dihindari di kota malang, dulu pindahan dari alun2 kotak, terkenal dengan bbm oplosannya
Balas Komentar Inispbu terbaik = spbu jl bandung
(pengalaman pribadi) :D/
...sesama pengguna kendaraan berbahan bakar solar..
Balas Komentar Iniikut prihatin deh.. Kawi..kawi.. lagi-lagi itu..
dulu takaran suka kurang.. sekarang suka ngoplos..
cape' deh..
Bozz kalo mo solar yg bagus coba isi di pom lawang bedali, kalo dari malang sebelah kanan jalan..
Carnivalku suka sensitif ama solar yg gk bagus, tapi setelah coba isi disana lumayan ngacir dan nggak ngasep..